Pagi ini aku
pergi bermain badminton. Aku bermain bersama Herlina, Ita, dan Tigor. Kami
bermain di depan jalan perumahan baru Keputih gang III. Tempatnya tidak jauh
dari kosan Herlina dan Ita. Jalanan ini sepi dari lalu lalang orang lewat dan
kendaraan. Jalanan ini masih baru.
Sebelum bermain badminton kami melakukan pemanasan. Kami melakukan
beberapa gerakan menekuk-nekuk lengan dan kaki. Kemudian berlari-lari kecil
sepanjang jalanan. Kami mengambil raket dan kok. Ada dua pasang duel. Aku
melawan Herlina. Sedangkan Ita, sang atlit tarkam (kata Tigor : antar kampung)
melawan Tigor.
Jam sudah menunjuk ke arah tujuh. Aku dan Herlina menyudahi permainan
lebih dahulu untuk turun minum. Sedangkan Tigor masih seru bermain dengan Ita. Tigor
dengan sigap mengembalikan bola ke Ita. Dia bermain bagus dalam mengembalikan
bola, namun gaya permainannya too much. Artinya terlalu heboh ketika
mengembalikan bola. Jadi dia hampir berlari-lari mengejar bola agar tepat kena
ke raketnya.
Suatu kali bola hampir jatuh di tumpukan pasir dan Tigor mengejarnya. Tetapi
sesaat dia berhenti. Kok pun jatuh ke pasir. Namun suasana hening sejenak.
Tigor memandang kami. Kemudian melihat ke arah kakinya. Terasa hangat
dikakinya. Ternyata tai kucing sukses menempel dikakinya. Dia menggesek-gesekkan
kaki nya ke tanah dan berkata ‘aku kena tai kucing’. Kami semua tertawa dan
susah berhenti.
Pertandingan tetap dilanjutkan setelah itu. Namun kondisi sudah tidak
ideal karena udara disekitar terkontaminasi bau eek kucing dari kaki Tigor.
Akhirnya pertandingan itu kami sudahi sebelum kami pingsan ditempat. *eh
Beberapa hari berikutnya permainan badminton kami mulai membaik.
Badminton telah menjadi hobi kami setiap pagi. Kami menyebut bermain badminton
dengan istilah ‘ngatlit’. Walau masih level kampung Keputih. Hari ini kami
kedatangan dua orang tamu atlit. Dia adalah Siska dan Adel, teman seangkatan
kami di Kampus Teknik Kimia.
Hari ini ada tiga pasang pertandingan. Aku melawan Ita di area I. Herlina
melawan Adel di area II. Dan Tigor melawan Siska di area III. Karena Adel sudah
capek maka dia dan Herlina istirahat. Jadi Aku dan Ita pindah ke area II karena
di area III sudah silau dengan matahari.
Pagi itu saat kita bermain ada seekor ayam jago berwarna putih
berkeliaran disekitar tempat kami bermain badminton. Saat aku foul dalam
memukul bola, bola itu jatuh di hadapan si ayam. Si ayam langsung mematuk bola
kami dengan ganas. Kami pikir si ayam sakit hati karena bola (yang terbuat dari
bulu ayam), yang kami pakai itu dikira bulu ketek nya. *eh
Aku pun dengan susah payah mengambilnya dari tangan si ayam. Aku
mengambilnya dengan kalem karena takut-takut ayam nya mematuk ke arahku. Sip. Ternyata
bola sudah kita dapatkan kembali. Permainan badminton pun berlanjut.
Ketika semua sudah lelah bermain. Kami berkumpul di area III untuk
beristirahat. Kemudian kami memutuskan untuk pulang karena matahari sudah mulai
memanas. Saat dijalan pulang ayam ganas ini menghadang jalan kami. Tigor yang
gayanya sok berani berjalan didepan kami semua. Di arahkannya raketnya itu ke
si ayam tadi. Mungkin dia bermaksud menggertak ayam itu agar dia menjauh.
Boro-boro menjauh, eh si ayam semakin mengganas dan mengejar Tigor dengan
gagahnya. Tigor lari terbirit-birit sampai ke muka jalan dengan ayam putih tapi
ganas siap memangsanya dari belakang. Sialnya si ayam sempat ngepot dan jatuh
di pasir sehingga dia tidak sampai mematok Tigor. Nasib naas tidak berpihak
pada Tigor.
Ending nya si ayam di tangkap oleh seorang bapak. Kemudian dia dikurung
didalam rumah. Dan sampai tulisan ini dibuat, kami sudah tidak mendapati lagi
si ayam saat bermain badminton. Kami merindukannya. *eh