Malam ini aku pulang dari kampus saat jam menunjukkan pukul sembilan.
Aku terkejut saat sampai di depan pintu kos. Sosok yang sudah lama tak
berkunjung. Mas Agil, beliau adalah mantan penghuni kos ini. Kos yang beralamat
di Keputih 3A No. 1 Sukolilo Surabaya.
Untuk sebuah alasan tertentu mas Agil kembali ke Surabaya. Sudah lama
beliau tinggal di Aceh. Beliau menjadi dosen di salah satu Politeknik disana. Sampai
malam semakin larut kami saling berbagai cerita. Tapi nampaknya beliau lebih
banyak bercerita daripada aku. Inilah sepenggal ceritanya.
Bulan pertama masuk, mahasiswa politeknik dikenalkan
dengan peraturan kampus. Peraturan yang ditulis dalam pasal-pasal itu harus
dipahami oleh semua mahasiswa. Peraturan itu berisi mekanisme kampus, pelaksanaan
studi, pelanggaran, dan sanksi bagi mahasiswa. Mas Agil bercerita bahwa dalam
satu kelas yang pada awalnya berjumlah 32 orang berkurang hingga 23 orang.
Sembilan lainnya di Drop Out (DO) karena melanggar peraturan, mendapatkan SP 1,
2, 3 dan akhirnya DO.
Namun yang membuatku terkesan adalah ketika mas
Agil menceritakan sistem pendidikan di kampus tersebut. Mahasiswa masuk mulai
jam 8 pagi sampai jam 4 sore dari Senin sampai Jumat. Dalam sepekan, mahasiswa
mendapatkan 2 hari materi dan 3 hari praktikum.
Sebagai contoh mahasiswa politeknik akutansi. Sistem
di politeknik itu mewajibkan mahasiswa akutansi saat datang ke kampus dalam
keadaan berpakaian kantor. Berjas, sepatu kantor, dan dasi. Ruang praktikum
diseting bak ruang kerja kantoran. Mata kuliah pertama adalah mengetik sepuluh
jari. Jadi mahasiswa akutansi seminggu pertama kuliah harus berlatih
menggunakan sepuluh jarinya untuk memencet keyboard. WOW! Selanjutnya pelajaran
menghitung uang dengan cepat, managemen, dll.
Kurikulum politeknik ini sangat flexible. Jadi
penentuan matakuliah, sks, praktikum dan sistem pendidikannya disesuaikan
dengan kebutuhan industri yang ada. Kurikulum ditentukan dari rapat dosen dan
pihak industri sehingga pendidikan kampus sejalan dengan perkembangan industi
saat ini. Aku melonggo dibuatnya.
Sistem disana disebut ‘Production based on
Education’. Mahasiswa dituntut untuk dapat memproduksi suatu barang. Misalkan
suatu perusahaan meminta pihak kampus membuat air minum dalam kemasan. Kemudian
pihak kampus membagi-bagi kelompok mahasiswa yang sedang praktikum untuk
membuat tutup botol, botol, air minum, dan label kemasan. Mahasiswa yang dapat
membuat barang tersebut sesuai spec akan mendapatkan nilai A begitu juga
sebaliknya. Barang yang dibuat tersebut kemudian diproduksi sehingga pihak
kampus juga mendapat keuntungan.
Mahasiswa politeknik dengan banyak sekali
praktek dalam pengajarannya ini dipersiapkan untuk benar-benar siap dilapangan
kerja. Untuk magang sendiri diberikan waktu satu semester sampai mahasiswa
tersebut benar-benar memiliki skill yang bagus. Tidak jarang mahasiswa tersebut
saat magang sudah ditawari untuk bekerja ditempat dia magang. Saat wisuda pun,
banyak lulusan yang tidak menghadirinya dikarenakan sudah diterima bekerja di
Industri. Saat bursa karier diadakan pun mahasiswa lulusan politeknik banyak
yang masuk tanpa tes.
Berbeda dengan mahasiswa S-1 dan sistem
pembelajarannya yang saya rasakan saat ini. Namun apapun itu, suatu sistem
pasti memiliki kelemahan. Kelemahan dalam sistem pendidikan di kampus
politeknik adalah ilmu sosial yang kurang karena mahasiswa yang dituntut untuk
praktek terus-menerus memiliki kepribadian yang kaku. Ilmu komunikasi,
leadership, managemen, dan decision making kurang didapat didalam sistem
tersebut.