Aku
dan Herlina menuju ruang E-301. Ruang laboratorium kimia organik (tapi jadi
laboratorium kimia analisa kalau semester genap). Aku buka pintu laboratorium
lalu mengucapkan permisi dengan senyum terindah kepada bapak laboran disana. Bapak
laboran mempersilahkanku masuk seperti biasa, lalu bilang “habisin aja Bi!”. Bagai
oase di gurun sahara. Bagai kolak kacang ijo di lab. KO. Nyammy~.
Untuk
hari ini saja, tujuan utamaku bukan dan bukan kacang ijo. Aku datang untuk
melihat Herlina tes awal dengan praktikannya. Meski beberapa kali aku sudah
ikut Herlina asistensi, tapi kali ini lain. Bagaimana tidak, inilah saat yang
nggak boleh dilewatkan. Mengasisteni praktikan luar biasa. Sepertinya jarang
tipikal praktikan seperti ini. Dia terkenal seantero mahasiswa tingkat empat.
Sampai
waktu yang dijanjikan, praktikan belum datang dengan alasan kelas KO. Aku sabar
menunggu sambil makan snack kacang garing agar tidak garing di lab. Sesekali aku
bercanda dengan para asisten.
Contoh
Kejadian
Seorang
praktikan bernama Udin muncul di depan pintu ruang asisten. Kemudian bertanya “mb.
Ima atau mb. Irma nya ada?”. Jleb moment itu benar ketika praktikan tidak hafal
nama asisten aslinya, Ira.
Arifuddin
yang kebetulan disana bertanya ulang “mau cari siapa Dek?”
Udin
bertanya lagi “mb. Irma nya ada?”.
Arifuddin
menjawab “Oh, lagi diluar” (diluar mana? Aku cekikian dalam hati. Sementara wajah
Ira kusut karena dia lupa namanya).
Beberapa
menit kemudian dia balik bertanya “mas Yanuar ada?”
“Yanuar
siapa?” Jawab Arifuddin (terang saja, asisten KO bernama Yanuar ada dua woyy).
Udin
bingung terus pergi untuk kembali bertanya “oh, mb. Ira nya ada?”
-_-
Contoh
Kejadian Lain
Arifuddin
muncul di depan pintu ruang asisten. Kemudian dengan usil ku tanya “cari siapa
Dek?”
“Cari
habibah ada?” jawab nya.
“Pergi….”
Ku jawab begitu.
“Pergi
kemana?” timpal Ariffudin.
“Kamu
yang pergi!” Kataku ngusir.
Kemudian
suasana hening. Bisa kutebak, Arifuddin mbatin.
Kejadian
Tes Awal
Akhirnya
praktikan yang ditunggu datang. Kalau tidak salah ingat dari kursi paling kiri
ke kanan masing-masing punya inisial nama Dimas-Nicholas-Robby-Prasetyo. Herlina
mulai meluncurkan teka-teki seputar percobaan ekstraksi minyak. Mulai dari
tujuan percobaan, prosedur, dasar teori, prinsip kerja alat, dan sebagainya.
Saat
itu Herlina menentukan bahan apa yang digunakan untuk ekstraksi. Robby
mengusulkan kayu putih. Herlina menolak karena untuk mencari kayu putih susah.
Jadi dia putuskan untuk memakai ekstraksi minyak dari bunga melati. Spontan
Robby menjawab “Kadar minyak nya 0.01” dengan nada menggurui, Semoga mata dan telingaku
masih normal.
Junaidi,
asisten KO juga yang disana menimpali “tahu dari mana?”
“Ada
di buku” Jawabnya dengan nada dan mimik yang sama. Yang membuat aku atau
mungkin semua yang disana merasa dia bilang ‘wow lo gak tau?’
“buku
apa?” jawab Junaidi.
Dia
menoleh ke teman disebelahnya sambil menunjuk pulpen kearah Prasetyo dengan mimik
yang masih sama. Lantas Prasetyo menjawab “Buku Ernest”.
“buku
nya dibawa?” tanya Junaidi.
“Saya
tadi kuliah mulai jam tujuh, jadi tidak sempat meminjam di perpustakaan.” Jawabnya
lagi dengan mimik yang menyamai partner nya. Aku mulai
merasa dia juga ingin bilang ‘wow, lo gak tau?’.
--*--
Teka-teki
dari Herlina dimulai lagi dengan pertanyaan macam-macam destilasi. Ada perdebatan
lain antara praktikan dan asisten seperti diatas. Suasana mulai menegang. Jadi aku
pindah ke bilik ruangan sebelah untuk ngobrol dengan bapak laboran (takut-takut
kalau aku ikut debat juga. Terus aku gak sabar. Terus aku ngelempar praktikan
dari lantai tiga. Maaf, *alay sesaat). Lalu sampai pada pertanyaan
mengapa ekstraksi menggunakan soklet.
Pertanyaan
yang mudah menjadi susah. Yang susah menjadi kelihatan lebih mudah. Beberapa
kali ditanya hal yang mudah malah kembali dengan jawaban yang tidak diinginkan
seperti panas latent, koefisien perpindahan panas U, dan lain-lain. Aku tahu
dia memiliki pengetahuan lebih. Namun orang lain tidak butuh pengetahuan dengan
nada dan mimik yang menjengahkan. Mimik yang masih kuingat jelas. Mimik yang
jika diibaratkan dengan satu kalimat menjadi ‘Wow, lo gak tau?’.
Aku
kemudian berpikir bahwa memberikan pengetahuan yang kita miliki tanpa ilmu
komunikasi yang baik is a big nothing! (Ilmu komunikasi yang
penting adalah nada bicara, mimik wajah, gesture tubuh). Coba bayangkan jika
kamu memberikan pengetahuan kepada orang lain dengan nada menggurui, mimik sok
tau, dan gesture tubuh menganggap remeh? Orang lain tidak akan memberikan
pujian, tapi sepatunya melayang ke arahmu.
Baiklah,
kawan, hari ini anggap saja kita belajar dan melihat kembali kedalam diri kita.
Bagaimana cara bicara kita dengan orang lain. Apakah mimik kita tidak menyakiti
orang lain. Apakah gesture tubuh kita mencerminkan bahwa kita care terhadap orang.
Mari evaluasi diri!
NB :
Terimakasih kepada seluruh pihak dalam kejadian diatas. Semoga sukses di masa
depan!